Member-only story
Kreator yang tercabut dari realita sekitar
Baru-baru ini ada ribut-ribut di twitter soal seseorang dengan bio yang mencantumkan dirinya sebagai content creator. Saya agak malas untuk membahas secara detail atau membuat nona ini menjadi terkenal lebih jauh. Masalahnya gue menemukan banyak masalah yang walau tidak sama persis, berakar dari hal yang sama yaitu tercabutnya para influencer ini dari realita sekitar.
Sebelumnya saya sendiri pernah menuliskan keluhan atas konten film yang dibuat para alumni sebuah universitas bisnis terkemuka di Indonesia. Ada juga keluhan gue seputar konten-konten orang kaya yang tidak menapak. Rasanya seperti, yang mungkin sudah kita pahami, mereka berada pada tembok dan silo masing-masing. Ini juga bukan hal yang hanya sekali dua kali terjadi.
Selain itu, gue sebenarnya risih dengan pelabelan diri content creator, apalagi kalau yang dibuat selama ini cuma begitu-begitu saja. Rasa-rasanya muda-mudi kita telah terinflasi terlalu jauh. Merasa tenar pada gelembungnya sendiri padahal cendrung belum apa-apa. Merasa expert padahal ia semata memiliki banyak akses untuk tampil. Merasa paling update dengan media sosial, padahal bisa jadi algoritma media sosial pun tidak paham.
Baru-baru ini gue melihat ada sebuah acara bincang-bincang seputar pendidikan antara berbagai perwakilan universitas swasta dengan seorang mentri baru bertajuk bagaimana pentingnya pendidikan bagi pembangunan. Maaf, saya tidak sempat menonton isi seminarnya, namun besar kemungkinan yang dibahas hanya normatif dan bincang-bincang main…